Selasa, 07 Februari 2017

Hukum Memegang Kemaluan Dengan Tangan Kanan Bagian 39




HUKUM MEMEGANG KEMALUAN DENGAN TANGAN KANAN 


ثم اشار الى ذكر بعض اداب الجماع بقوله : 

Kemudian Ibnu Yamun menjelaskan sebagian tatakrama berjima' dengan perkataannya : 

ويمسك الذكر باليمين * يمنع للنهي فخذ تبيين 

Dan kamu memegang dzakar dengan tangan kanan * berhentilah karena dilarang, maka ambillah penjelasan ini

فأخبر رحمه الله انه 《يمنع》 اي : يكره مس الذكر باليمين، لما ورد من النهي بقول النبي صلى الله عليه وسلم : 《لا يمس احدكم ذكره بيمينه》 

Maka Ibnu Yamun Rahimahullah menjelaskan, sesungguhnya lafadz 《YUMNA'U》 maksudnya : dimakruhkannya memegang dzakar dengan tangan kanan, karena ada keterangan dari larangan dengan sabdanya Nabi saw : 《Janganlah ada salah seorang diantara kalian yang memegang dzakar dengan tangan kanannya》 

والنهي للتنزيه وللتشريف لقوله صلى الله عليه وسلم : 《يمينى لوجهى وشمالى لما تحت ازاري》 

Dan larangan tersebut untuk makruh tanzih dan untuk memuliakan tangan kanan karena Nabi saw bersabda : 《Tangan kananku untuk mukaku dan tangan kiriku untuk sesuatu yang ada dibawah sarungku》 

ولقول عائشة رضي الله عنها : كانت يمنى رسول الله صلى الله عليه وسلم، لعهوده وطعامه ويسراه لخلائه وما كان من الاذى 

Dan karena A'isyah ra berkata : Tangan kanan Nabi saw untuk menyelesaikan perjanjiannya dan makannya dan tangan kirinya untuk melakukan di kamar mandi dan sesuatu yang ada dari yang menyakitkan

KITAB QURRATUL 'UYUN HALAMAN 139

ثم قال :

Kemudian Ibnu Yamun berkata :

لمس لفرج نظر لكل * تكلم عنده جاياخل

Memegang pada kemaluan istri dan melihat pada semua * kamu berbicara ketika berjima'nya, semua itu terlarang 

اخبر رحمه الله يكره لمس فرج المرأة ونظر كل واحد من الزوجين لفرج صاحبه، لانه يؤذى البصر ويذهب الحياء، وقد يرى ما يكره فيؤدى الى البغضاء كما فى 《النصيحة》 ولما فى الحديث من قوله صلى الله عليه وسلم : 《اذا جامع احدكم زوجته او جاريته فلا ينظر الى فرجها لان ذلك يورث العمى》 

Ibnu Yamun Rahimahullah menjelaskan : bahwa dimakruhkan memegang kemaluan wanita dan melihat semua sesuatu dari suami istri pada kemaluan yang menemaninya, karena sesunguhnya akan menyebabkan sakit mata dan meninggalkan rasa malu dan sungguh melihat apa yang dimakruhkan, maka akan mendatangkan saling benci. Sebagaimana keterangan dalam kitab 《AN-NASHIHAH》. Dan karena apa dalam hadits dari sabdanya Nabi saw : 《apabila salah seorang diantara kalian melakukan jima' dengan istrinya atau hamba sahayanya, maka jangan melihat pada kemaluannya karena sesungguhnya hal itu akan mengakibatkan kebutaan》 

لكن نقل ابن حجر، عن ابن ابى حاتم، عن ابيه، ان هذا الحديث مرفوع واقره عليه 

Tapi Ibnu Hajar menukil satu pendapat dari Ibnu Abi Hatim, dari ayahnya, sesungguhnya hadits ini adalah di riwayatkan secara marfu' dan mengakuinya atas hadits tersebut 

ولقول عائشة رضي الله عنها : ما رايت ذلك من رسول الله صلى الله عليه وسلم، قط ولا رآه منى، وان كنا لنغتسل فى اناء واحد تختلف ايدينا فيه 

Dan karena sayyidatina A'isyah ra berkata : aku tidak melihat hal itu dari Rasulullah saw dan beliau tidak pernah melihatnya dari kemaluanku dan jika kami mandi dalam satu bak mandi dan tangan kami saling menyelisihi mengambil air di dalamnya 

واما نظر الرجل عورة نفسه لغير ضرورة ففى تحريمه وكرهته قولان حكاهما ابن القطان فى 《احكام النظر》 ويقال : ان فاعله يبتلى بالزنا وقد جرب فصح، كما فى 《النصيحة》 والمرأة مثل الرجل وما ذكر الناظم رحمه الله،

Dan adapun seorang laki-laki melihat aurat dirinya sendiri karena tanpa keadaan darurat maka dalam keharamannya dan kemakruhannya yaitu ada dua pendapat tetang hukum yang di haramkan dan yang di makruhkan. Dan Ibnu Qaththan berkata dalam kitab 《AHKAMIN NAZHAR》 : sesungguhnya orang yang melakukannya akan di coba dengan berzina dan sungguh telah mencoba, maka benar terbukti, sebagaimana dalam kitab 《AN-NASHIHAH》 : dan hukumnya seorang wanita seumpama hukum seorang laki-laki. Dan apa yang di jelaskan penazham Rahimahullah, 

KITAB QURRATUL 'UYUN HALAMAN 140

من الكراهة انما هو فرار مما ذكر واما فى الشرع فهو جائز كما اشار لذلك فى 《المختصر》 بقوله : وحل لهما حتى نظر الفرج، كالملك. انتهى 

dari yang di makruhkan bahwa melihat kemaluan sendiri adalah pelarian dari yang di sebutkan dan adapun dalam syari'ah adalah hukumnya boleh, sebagaimana keterangan untuk hal itu dalam kitab 《AL-MUKHTASHOR》 dengan perkataannya : dan di halalkan untuk suami istri sehingga melihat kemaluan, seperti perkataan Imam Malik. Sebagaimana penjelasan yang telah lewat 

وسئل ابن القاسم عن ذلك فأباحه : 

Dan ditanya Ibnu Al-Qasim dari hal itu, maka beliau menjawabnya : 

وكذا يكره الكلام عند الجماع لقوله صلى الله عليه وسلم : 《لايكثر احدكم الكلام عند الجماع فإن منه يكون الخرس》

Dan juga di makruhkan berbicara ketika berjima' karena sabdanya Nabi saw : 《jangan salah seorang dari kalian banyak berbicara ketika melakukan jima' maka sesungguhnya dari anak yang lahir akan menyebabkan kebisulan》 

قال ابن الحاج : وينبغى ان يجتنب ما يفعله بعض الناس وقد سئل عنه مالك فأنكره وعابه وهو النخير السقط 

Ibnu Al-Hajj berkata : dan semestinya suami untuk menghindari apa yang di lakukan sebagian manusia dan sungguh Imam Malik di tanya darinya, maka beliau mengingkari dan mencelanya dan beliau menganggap menjatuhkan suara yang jelek 

قال ابن رشد : انما كره ذلك لانه لم يكن من عمل من مضى. انتهى 

Ibnu Rusyd berkata : bahwasannya hal itu di makruhkan karena sesungguhnya tidak ada orang yang shaleh mengerjakan dari terus-menerus. Sebagaimana penjelasan yang telah lewat 

KITAB QURRATUL 'UYUN HALAMAN 141

Wallahu A'lam Bish-Showab

Hukum Berdoa Diantara Dua Shalawat Bagian 55

HUKUK BERDO'A DIANTARA DUA SHALAWAT هَذَا تَمَامُ الْقَصْدِ فِى الْمَنْظُوْمَهْ * عَلَى اخْتِصَارِ الْقَوْلِ عُوْا مَنْ...