Sabtu, 24 Desember 2016

Waktu Yang Dilarang Untuk Melakukan Jimak Bagian 30







WAKTU YANG DILARANG UNTUK MELAKUKAN JIMA'




ثُمَّ اَشَارَ اِلَى الْاَوْقَاتِ الَّتِى يُمْنَعُ فِيْهَا الْجِمَاعُ بِقَوْلِهِ : 

Kemudian Ibnu Yamun mengisyartkan untuk waktu-waktu yang di larang dalam melakukan jima', dengan perkataannya : 

وَمَنْعُهُ فِى الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ * وَضَيْقِ وَقْتِ الْفَرْضِ لاَلْتِبَاسِ 

Dan pelarangan bersenggama dengan istrinya dalam keadaan haidh dan nifas * Dan sempitnya waktu shalat fardhu, jangan merasa bingung 

فَأَخْبَرَ اَنَّ الْجِمَاعَ يُمْنَعُ فِى زَمَانِ الْحَيْضِ، لِقَوْلِهِ : 《 وَيَسْئَلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ قُلْ هُوَ اَذًى فَاؐعْتَزِلُوا اؐلنِّسَاءَ فِى الؐمَحِيْضِۖ 》. 

Maka Ibnu Yamun menjelaskan bahwa melakukan jima' dilarang dalam keadaan haidh, karena Allah berfirman : 《 Dan mereka bertanya kepadamu tentang haidh, Katakanlah, haidh adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haidh 》 

قِيْلَ : مَعْنَاهُ : فَاؐعْتَزِلُوْا فُرُوْجَهُنَّ، وَهُوَ قَوْلُ حَفْصَةَ، وَرُوِيَ عَنْ مُجَاهِدٍ وَبِهِ اَخَدَ اَصْبَغُ، وَرُوِيَ عَنِ الشَّافِعِيِّ وَعِكْرِمَةَ 

Dikatakan : Maknanya : maka jauhkanlah kalian dari vagina istri-istri kalian dan ini adalah pendapat Hafshah ra, dan ia meriwayatkan dari Mujahid, dengannya mengambil pendapat Sibaghih dan Mujahid meriwayatkan dari imam Syafi'i dan 'ikrimah 

وَقِيْلَ : فِرَاشَهُنَّ، وَهُوَ الَّذِى رُوِيَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَاَنَّهُ اعْتَزَلَ فِرَاشَ زَوْجَتِهِ وَهِيَ حَائِضٌ، فَبَلَغَ خَالَتَهُ مَيْمُوْنَةً، فَقَالَتْ 

Dan di katakan : 《 jauhilah tempat tidur mereka 》 dan ini adalah pendapat yang di riwayatkan dari ibnu abbas ra bahwasannya ibnu abbas ra menjauhi istrinya dari tempat tidur adalah ketika sedang haidh, maka sampailah hal tersebut kepada bibinya yang bernama Maimunah, maka Maimunah berkata 

KITAB QURRATUL 'UYUN HALAMAN 117

لَهُ : اَرَغِبْتَ عَنْ سُنَّةِ رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ ؟ لَقَدْ كَانَ يَنَامُ مَعَ الْمَرْأَةِ مِنْ نِسَائِهِ وَهِيَ حَائِضٌ، وَمَا بَيْنَهُ وَبَيْنِهَا اِلاَّ ثَوْبٌ مَا يُجَاوِزُ الرَّكْبَتَيْنِ 

kepada ibnu abbas : apakah kamu tidak suka dari sunah Rasulullah ? Karena sungguh Nabi saw tidur bersama istrinya dan sebagian dari istrinya dalam keadaan haidh dan tidak ada yang menghalangi di antara Nabi saw dan diantra istrinya kecuali suatu pakaian yang di bolehkan menutupi dua lutut 

وَقِيْلَ : مَا تَحْتَ اِزَارِهِنَّ، وَهُوَ الْمَشْهُوْرُ عِنْدَ مَالِكٍ 

Dan di katakan : apa yang ada di balik kain mereka. Dan pendapat ini adalah sangat masyhur pada Ashab Imam Malik 

كَمَا فِى 《 الصَّحِيْحِ 》 : 《 اَلْحَائِضُ تَشُدُّ اِزَارَهَا، وَشَأْنُكَ بِأَعْلاَهَا 》 

Sebaimana dalam kitab 《 SHAHIH 》 : 《 orang yang haidh harus mengencangkan ikatan kainnya dan perhatikanlah perbuatanmu yang di inginkannya 》 

وَقَوْلُهُ تَعَالَى : 《 حَتَّى يَطْهُرْنَۖ 》. اَيْ : يَرَيْنَ هَلاَمَةَ الطُّهْرِ مِنْ قَصَّةٍ، اَوْ جُفُوْفٍ 《 فَإِذَا تَطَهَّرْنَ 》 اَيْ : بِالْمَاءِ عَلَی الْمَشْهُوْرِ 《 فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّٰهُۚ 》 اَيْ : فِی الْقُبُلِ لاَفِی الدُّبُرِ 

Dan firman Allah Ta'ala : 《 Sehingga kamu suci 》 maksudnya : dapat melihat pada tanda-tanda kesucian dari kebiasaan atau telah kering 《 Maka apabila telah suci 》 maksudnya : dengan air atas pendapat yang masyhur. 《 Maka campurilah mereka di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu 》 maksudnya : menjima' istrinya di vagina bukan di tempat buang hajat 

وَحُكْمُ النِّفَاسِ حُكْمُ الْحَيْضِ فِی جَمِيْعِ ذَلِكَ

Dan hukum darah nifas, hukum darah haidh, hukum dalam melakukan jima' ketika keadaan hal itu 

KITAB QURRATUL 'UYUN HALAMAN 118 

قَالَ فِى 《 شَرْحِ الْعُمْدَةِ 》 وَتَحْرِمُ الْوَطْءِ فِى الْحَيْضِ تَعَبُّدٌ، يَعْنِى : وَكَذَلِكَ فِى النِّفَاسِ، كَأَنَّهُ مِثْلُهُ. اِنْتَهَى 

Dan di katakan dalam kitab 《 SYARAH AL-'UMDAH 》 dan di haramkan menjimak istri dalam keadaan haidh sebagai bentuk beribadah kepada Allah, Yakni : dan demikian pula dalam keadaan nifas, seperti sesungguhnya yang menyerupainya. Sebgaimana penjelasan yang telah lewat 

وَفِى 《 اَلْقَسْطَلاَنِى 》 اَنَّ الْوَطْءَ فِى الْحَيْضِ حَرَامٌ بِإِجْمَاعِ، فَمَنِ اعْتَقَدَ حِلَّهُ كَفَرَ. اِنْتَهَى 

Dan dalam kitab 《 AL-QASTHALANI 》 bahwasannya menjima' istrinya dalam keadaan haidh hukumnya haram, maka barangsiapa yang meyakini kehalalannya, ia kafir. Sebagaimana penjelasan yang telah lewat 

وَرُوِيَ اَنَّ رَجُلاَ وَامْرَأَةَ اخْتَلَفَا فِى وَلَدِ لَهُمَا اَسْوَدَ، فَقَالَتِ الْمَرْأَةُ : هُوَ ابْنُكَ، وَاِنْكَرَ الرَّجُلُ، فَقَالَ سُلَيْمَانُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ : هَلْ جَامَعْتَهَا فِى حَالِ الْحَيْضِ ؟ قَالَ : نَعَمْ : قَالَ : هُوَ لَكَ، وَاِنَّمَا سَوَّدَ اللّٰهُ وَجْهَهُ عُقُوْبَةً لَكُمَا 

Dan di riwayatkan bahwa seorang laki-laki dan perempuan berselisih tentang anak, karena anak mereka berdua berkulit hitam, maka istrinya berkata : anak itu adalah anakmu dan suami mengingkarinya, maka Nabi Sulaiman as berkata : apakah kamu menjimak istrimu dalam keadaan haidh ? Maka laki-laki itu berkata : Ya, maka Nabi Sulaiman saw berkata : anak itu adalah untukmu dan pasti Allah menjadikan anak itu hitam kulitnya sebagai bentuk hukuman untuk kalian berdua 

قِيْلَ : وَهُوَ الْمُرَادُ بِقَوْلِهِ تَعَالَى : 《 فَفَهَّمْنٰهَا سُلَيْمٰنَۚ 》 ذَكَرَهُ فِى 《 كَشْفِ الْأَسْرَارِ 》 

Dikatakan : hadits itu semakna dengan Firman Allah Ta'ala : 《 Maka kami berilah pemahamannya Nabi Sulaiman as 》 di sebutkan dalam kitab 《 KASYFUL ASRAR 》 

وَرَوَى الطَّبَرَانِيُّ فِى 《 الْأَوْسَطِ 》 عَنْ اَبِى هُرَيْرَةِ مَرْفُوْعًا : 《 مَنْ وَطِىءَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ، فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ، فَأَصَابَهُ جُذَامٌ، فَلاَيَلُوْمَنَّ اِلاَّ نَفْسَهُ 》 اَيْ : لِتَسَبُّبِهِ فِيْمَا يُوْرِثُهُ. وَلاَيَلُوْمُ الشَّارِعَ لِاَنَّهُ قَدْ حَذَّرَ مِنْهُ 

Dan diriwayatkan Imam Thabrani dalam kitab 《 AUSATH 》 dari Abu Hurairah secara marfu' : 《 Barang siapa menjima' istrinya dan ia sedang haidh, maka di tetapkan diantra keduanya mempunyai anak, maka anak itu mendapatkan penyakit kusta, maka jangan sekali-kali mencela, kecuali mencela dirinya sendiri 》 maksudnya : karena menjadi sebab dalam apa yang diwariskannya dan jangan mencela yang di syari'atkan karena sesungguhnya berhati-hatilah darinya 

وَقَالَ الْإِمَامْ اَلْغَزَالِيُّ : اَلْوَطْءُ فِى الْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ يُوْرِثُ الْجُذَامَ فِى الْوَلَدِ. اِنْتَهَى 

Dan Al-Imam Al-Ghazali berkata : Bersetubuh dalam keadaan haidh dan nifas akan mengakibatkan terjangkit penyakit kusta pada anak. Sebagaimana penjelasan yang telah lewat 

KITAB QURRATUL 'UYUN HALAMAN 119 

وَرَوَى الْإِمَامُ اَحْمَدْ وَغَيْرُهُ، عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ مَرْفُوْعًا : 《 مَنْ اَتَى كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ اَوْ اَتَى حَائِضًا، اَوْ اَتَى امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا فَقَدْ بَرِئَ مِمَّا اُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ 》 

Dan di riwayatkan Imam Ahmad dan yang lainnya, dari Abu Hurairarah ra secara marfu' : 《 Barangsiapa datang kepada dukun peramal, maka membenarkannya dengan apa yang dia katakan atau mendatangi (menjima') istrinya yang sedang haidh atau mendatangi (menjima') dalam dzubur istrinya, maka sungguh telah melepaskan diri dari apa yang di turunkan atas Muhammad saw 》 

يَعْنِى : اِنْ اِسْتَحَلَّ ذَلِكَ اَوْ اَرَادَ الزَّجْرَ وَالتَّنْفِيْرُ، وَلَيْسَ الْمُرَادُ حَقِيْقَةُ الْكُفْرِ وَاِلاَّ لَمَا أَمَرَ فِى وَطْءِ الْحَائِضِ بِالْكَفَّارَةِ كَمَا قَالَهُ الْمُنَاوِيُّ 

Yakni : sesungguhnya melepaskan hal itu atau ingin menegur dan menghindarkan diri dan bukan berarti kafir secara hakikat dan kecuali karena ada perintah dalam melakukan jima' yang sedang haidh dengan membayar kaffarat sebagaimana perkataannya Al-Munawi 

فَفِى حَدِيْثِ الطَّبَرَانِيِّ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ مَرْفُوْعًا : 《 مَنْ اَتَى امْرَأَتَهُ فِی حَيْضِهَا فَلْيَتَصَدَّقْ بِدِيْنَارٍ وَمَنْ اَتَاهَا وَقَدْ اَدْبَرَ الدَّامُ عَنْهَا وَلَمْ تَغْتَسِلْ، فَنِصْفُ دِيْنَارٍ 》، وَقَوْلُهُ : 《 فَلْيَتَصَدَّقْ 》 قِيْلَ : وُجُوْبًا، وَقِيْلَ : نَدْبًا 

Maka dalam Hadits Ath-Thabrani, dari Ibnu Abbas secara marfu' : 《 Barangsiapa menjima' istrinya dalam keadaan haidh, maka dia bersedekah dengan satu dinar dan barangsiapa menjima' istrinya dan sungguh mendapatkan darah haidh yang keluar darinya dan tidak mandi hadats besar, maka ia bersedekah setengah dinar 》 dan perkataannya : 《 maka untuk memberi sedekah 》 dikatakan : sebagai kewajiban dan dikatakan : sebagai peringatan 

وَكَذَا يَمْنَعُ الْوَطْءَ اِنْ ضَاقَ وَقْتُ الصَّلاَةِ بِحَيْثُ اِنْ جَامَعَ وَاغْتَسَلَ لَمْ يُدْرِكِ الْوَقْتَ، فَإِنْ فَعَلَ فَلْيَتُبْ اِلَى اللّٰهِ عَزَّوَجَلَّ، وَعَلَى ذَلِكَ نَبَّهَ بِقَوْلِهِ : 《 وَضِيْقِ وَقْتِ الْفَرْضِ 》 

Dan itulah yang di hindari saat senggama untuk sempitnya waktu shalat dalam rangka melakukan jima' dan mandi jinabah tidak menjangkau waktu, maka sesungguhnya melakukan do'a, maka bertaubatlah kepada Allah 'Azza Wajalla. Dan penjelasan atas baitnya Ibnu Yamun dengan perkataannya : 《 Dan sempitnya waktu shalat fardlu 》 

وَقَوْلُهُ : 《 لإِلْتِبَاسِ 》 : تَتْمِيْمٌ 

Dan perkataannya : 《 IL-TIBAASI 》 : Jangan merasa bebas 

ثُمَّ قَالَ : 

Kemudian Ibnu Yamun mengisyaratkan dengan perkataannya :

KITAB QURRATUL 'UYUN HALAMAN 120

وَلَيْلَةِ الْأَضْحَى عَلَى الْمَشْهُوْرِ * كَاللَّيْلَةِ الْأُوْلَى مِنَ الشُّهُوْرِ 

Dan dilarang bersenggama pada malam hari raya Idul Adha atas pendapat yang masyhur * seperti malam pertama dari setiap bulan 

وَضِفْ اِلَيْهَا نِصْفَ كُلِّ شَهْرِ * وَاَخِرَ اللَّيَالِى مِنْهُ فَادْرِ 

Dan menemui istrinya di malam pertengahan pada setiap bulan * dan pada malam terakhir darinya, maka peliharalah 

اَخْبَرَ رَحِمَهُ اللّٰهُ اَنَّ الْجِمَاعَ يَمْنَعُ فِى هَذِهِ اللَّيَالِى الْاَرْبَعَةِ : لَيْلَةِ عِيْدِ الْاَضْحَى، لِمَا قِيْلَ مِنْ اَنَّ الْجِمَاعَ فِيْهَا يُوْجِبُ كَوْنُ الْوَلَدِ سَفَّاكًا لِلدِّمَاءِ 

Ibnu Yamun Rahimahullah menjelaskan bahwa melakukan jima' yang akan di hindari dalam empat malam ini : malam 'idul adha, karena apa yang di katakan dari melakukan jima' di dalamnya di haruskan keadaan anak yang terlahir akan mengalir untuk membunuh 

وَاللَّيْلَةِ الْاُوْلَى مِنْ اَوَّلِ كُلِّ شَهْرٍ 

Dan malam pertama dari setiap awal bulan 

وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ 

Dan malam pertengahan dari setiap bulan 

وَاللَّيْلَةِ الْاَخِيْرَةِ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ 

Dan malam terakhir dari setiap bulan 

لِقَوْلِهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ : 《 لاَتُجَامِعْ رَأْسَ لَيْلَةِ الشَّهْرِ وَفِى النِّصْفِ 》 

Karena sabdanya Rasulullah saw : 《 Janganlah kamu bersenggama pada malam permulaan dan pertengahan bulan 》 

KITAB QURRATUL 'UYUN HALAMAN 121

وَقَالَ الْغَزَالِيُّ رَحِمَهُ اللّٰهُ : يُكْرَهُ الْجِمَاعُ فِى ثَلاَثَةِ لَيَالٍ مِنَ الشَّهْرِ : اَلْاَوَّلِ، وَالْاَخِيْرِ، وَالنِّصْفِ. يُقَالُ : اِنَّ الشَّيَاطِيْنَ يُجَامِعُوْنَ فِيْهَا 

Dan Al-Imam Ghazali Rahimahullah berkata : di makruhkannya melakukan jima' pada tiga malam dari setiap bulan : pada awal bulan dan pada akhir bulan dan pada pertengahan bulan. Ada yang mengatakan : bahwa syetan menghadiri mereka dalam malam-malam tersebut

وَرُوِيَ كَرَاهَةُ ذَلِكَ عَنْ عَلِيٍّ وَمُعَاوِيَةَ وَاَبِى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُمْ 

Dan diriwayatkan kemakruhannya itu dari 'Ali dan Mu'awiyah dan Abu Hurairah ra 

وَيُقَالُ : اِنَّ الْجِمَاعَ فِى هَذِهِ اللَّيَالِى يُوْرِثُ الْجُنُوْنَ فِى الْوَلَدِ، وَاللّٰهُ اَعْلَمْ 

Dan ada yang berkata : bahwa melakukan jima' dalam malam ini akan mengakibatkan gila pada anak yang terlahir, dan Allah lebih mengetahui 

لَكِنَّ الْمَنْعَ فِى هَذِهِ الْاَرْبَعَةِ، بِمَعْنَى الْكَرَاهَةِ لاَ التَّحْرِيْمِ كَالْحَيْضِ وَالنِّفَاسِ وَضِيْقِ الْوَقْتِ 

Tapi larangan dalam yang empat ini, dengan artian makruh tidak haram, seperti berjima' saat haidh dan nifas dan sempitnya waktu shalat fardhu 

ثُمَّ اَشَارَ اِلَى عِلَّةِ الْمَنْعِ فِى ذَلِكَ بِقَوْلِهِ : 

Kemudian Ibnu Yamun mengisyaratkan kepada sesuatu yang menyebabkan sakit untuk di hindari dalam malam itu dengan perkataannya : 

يُخْشَى الْاَذَى فِى كُلِّهَا يَاصَاحِ * عَلَى مُكَوَّنٍ بِذَا النِّكَاحِ 

Dan di khawatirkan mendapatkan Al-Adza dalam setiap malamnya, wahai kawan * atas keadaan yang akan terjadi sebab pernikahan 

وَالْاَذَى هُوَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ كَوْنِهِ يُوْرِثُ الْجُذَامَ، وَسَفْكَ الدَّمِ فِى الْوَلَدِ وَغَيْرَ ذَلِكَ 

Dan lafadz 《 AL-ADZA 》 adalah sesuatu yang telah di sebutkan terdahulu dari keadaan yang mengakibatkan terkena penyakit kutsa dan anak yang lahir memiliki sifat pertumpahan darah dan lain sebagainya 

KITAB QURRATUL 'UYUN HALAMAN 122

Wallahu A'lam Bish-Showab

Hukum Berdoa Diantara Dua Shalawat Bagian 55

HUKUK BERDO'A DIANTARA DUA SHALAWAT هَذَا تَمَامُ الْقَصْدِ فِى الْمَنْظُوْمَهْ * عَلَى اخْتِصَارِ الْقَوْلِ عُوْا مَنْ...